Rumah sakit terbesar pada Gaza adalah RS Al-Shifa. Rumah sakit itu berkapasitas 700 tempat tidur, kondisinya bak ‘kuburan’ yang tersebut seharusnya dapat dikatakan tak dapat berfungsi lagi, namun harus menampung ribuan orang–pasien hingga warga yang tersebut berlindung.
Jalanan di tempat sekitar Al-Shifa dilanda pertempuran antara Hamas lalu pasukan Israel. Beberapa infrastruktur penting sudah pernah rusak, menurut PBB, sebagaimana disitat dari laman BBC, Rabu (15/11/2023).
Israel mengeklaim merek tidaklah menargetkan rumah sakit secara langsung tetapi mengakui adanya “bentrokan” pada sekitar Al-Shifa serta sarana lainnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan 36 prasarana kesehatan termasuk 22 rumah sakit rusak sejak perang dimulai pada 7 Oktober, juga hanya saja segelintir yang mana sekarang masih beroperasi.
BACA JUGA:
- RS Indonesia Dijejali Ribuan Warga Palestina, Jadi Harapan Terakhir Di Gaza Utara
- Victor Osimhen Keluar dari Pemusatan Latihan Timnas Nigeria dikarenakan Cedera
- Media Korea Selatan Ledek Vietnam, Sebut Son Heung-min cs Tak Ada Manfaat Lawan Mereka
- Ulah Israel Bom Rumah Sakit pada Gaza Bikin Raja Arab Saudi Marah, Siap Kirimkan Bantuan
- Warga Palestina Kibarkan Bendera Rusia Dan Korea Utara, Minta Bantu Putin-Kim Jong Un
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menulis dalam media sosial X bahwa “tembakan serta pengeboman terus-menerus terjadi di tempat daerah itu” yang mana kemudian “memperburuk keadaan yang dimaksud sudah kritis”.
Beberapa laporan dari dalam rumah sakit mengatakan bukan ada makanan kemudian tak ada material bakar untuk menyalakan pembangkit listrik. Sehingga, merek menggunakan energi matahari untuk memberi daya pada perangkat-perangkat penting.
Nasib Bayi Baru Lahir Di Gaza
Masih menukil laporan BBC, Kementerian Kesehatan yang mana dikelola Hamas mengatakan setidaknya ada 2.300 orang yang mana masih berada di area dalam rumah sakit – sekitar 650 pasien, 200-500 staf kemudian sekitar 1.500 orang yang berlindung.
Jumlah ini mencakup bayi baru lahir yang tersebut disimpan pada ruang bedah rumah sakit.
Staf mengatakan bahwa tiga dari 39 bayi yang mana mereka rawat sudah meninggal selama akhir pekan akibat kurangnya inkubator.
Bayi yang dimaksud selamat menghadapi risiko kematian yang dimaksud serius, kata dokter.
Kepala juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Laksamana Muda Daniel Hagari, mengatakan pada Sabtu (11/11) bahwa Israel akan memberi bantuan untuk mengevakuasi bayi-bayi itu ke “rumah sakit yang digunakan lebih tinggi aman”.
Namun, evakuasi itu belum terjadi hingga Senin sore pekan ini waktu setempat.
Staf rumah sakit mengatakan, bahwa memindahkan bayi dengan aman akan membutuhkan peralatan canggih, lalu bahwa tidaklah ada “rumah sakit yang lebih lanjut aman” di area dalam Gaza.
Mark Regev, penasihat senior Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, mengatakan Hamas bukan ingin menerima solusi atas kurangnya substansi bakar yang tersebut dibutuhkan untuk menyelamatkan bayi-bayi itu, lalu bahwa “mereka butuh bukti foto menunjukkan krisis”.
“Kami membeli materi bakar, terutama untuk bayi, untuk inkubator dia … tidaklah ada yang ingin melihat bayi-bayi ini tersakiti,” kata Regev.
Ia menyatakan kembali klaim Israel bahwa pasukannya tiada sengaja menargetkan rumah sakit.
Jasad Membusuk
Dr Mohamed Abu Selmia, manajer Al-Shifa, mengatakan ada sekitar 150 jenazah yang mana membusuk dan juga “mengeluarkan bau tak sedap”.
Menurutnya, bahwa pihak berwenang Israel masih belum memberikan izin bagi jenazah yang untuk dibawa juga dikuburkan.
Dia bilang, anjing saat ini sudah memasuki halaman rumah sakit juga mulai memakan jenazah tersebut.
Dr. Marwan Al-Barsh yang merupakan direktur jenderal Kementerian Kesehatan yang dimaksud dikelola Hamas di dalam Gaza mengatakan situasi ini diperburuk oleh kurangnya substansi bakar untuk listrik dalam kamar mayat.
“Listrik diputus oleh pasukan Israel yang dimaksud menargetkan generator, yang dimaksud menyebabkan pembusukan mayat-mayat dikarenakan kita melihat cacing keluar dari mereka,” kata Al-Barsh kepada BBC Arabic.
Al-Bursh mengatakan pihaknya kesulitan untuk menguburkan jenazah dikarenakan ancaman militer Israel.
“Kami mencoba berkoordinasi dengan pasukan Israel agar kami diizinkan menguburkan jenazah di dalam dalam rumah sakit, namun siapa pun yang tersebut mencoba keluar dari rumah sakit akan langsung ditembak,” ujarnya.