Aliansi Wija To Luwu. (ist)
MAKASSAR, SPIRITKITA – Rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komisi D DPRD Sulawesi Selatan membahas sengketa ganti rugi antara Kornes, korban penebangan pohon cengkeh, dan PT Masmindo Dwi Area. Pertemuan ini berlangsung selama hampir tiga jam pada Senin (9/12/2024) di Gedung Tower Lantai 9 DPRD Sulsel.
Ketua Komisi D DPRD Sulsel, Kadir Halid, menjelaskan bahwa semua pihak di beri ruang untuk menyampaikan aspirasi mereka. “Rapat itu berlangsung kurang lebih hampir 3 jam. Saya sebagai ketua komisi (D) sudah memberikan ruang kepada semua pihak untuk menyampaikan aspirasinya,” ujarnya, Sabtu (14/12/2024).
Rapat di mulai dengan penyampaian aspirasi oleh mahasiswa dari Aliansi Wija To Luwu. Setelah itu, perwakilan dari organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, PT Masmindo, dan anggota DPRD turut memberikan penjelasan mereka. Kornes, yang terlambat hadir, akhirnya di beri kesempatan menyampaikan aspirasinya, termasuk melalui pengacaranya.
Namun, menurut Kadir Halid, pengacara Kornes di anggap terlalu banyak mengintervensi dan mengganggu jalannya rapat. “Pengacara juga sudah saya beri kesempatan berbicara. Tetapi, ketika saya ingin menyampaikan solusi, pengacara terus berbicara sehingga rapat terganggu,” ungkapnya.
BACA JUGA:
- Pj Wali Kota Palopo Asrul Sani Pimpin Langsung Aksi Bersih Sampah, Respon Cepat Keluhan Masyarakat
- Jamaah Masjid Al-Ikhwan Bogar Ucapkan Terimakasih ke Ketua DPRD Palopo
- Anjungan City of Makassar Pantai Losari Siap Tampung 20 Ribu Jemaah untuk Shalat Idul Adha 2024
- Ditutup dengan Meriah, Pj Gubernur Harap Festival Sulsel Menari Kembali Digelar Tahun Depan
- Dihadiri Banyak Tokoh dan Diawali Materi Rahasia Awet Muda, Rakor KAHMI Makassar Sukses Digelar
Ketua Komisi D mengusulkan solusi damai berupa ganti rugi senilai Rp 1,5 miliar. Kornes menyetujui nominal tersebut dan bersedia mencabut laporannya di Polda Sulsel. Namun, suasana memanas akibat sikap pengacara yang terus mendominasi pembicaraan. Hal ini membuat Ketua Komisi D memutuskan untuk mematikan mikrofon pengacara dan menutup rapat tanpa kesepakatan final.
“Saya sudah menegur pengacara yang terus berbicara. Seharusnya dia membantu menyelesaikan masalah, bukan menghalangi. Karena suasana tidak kondusif, saya tutup rapat tanpa kesepakatan,” jelas Kadir Halid.
Sebelumnya, video yang memperlihatkan ketegangan saat rapat viral di media sosial. Dalam video tersebut, mahasiswa dari Aliansi Wija To Luwu tampak menyampaikan aspirasi terkait dugaan pelanggaran hukum oleh PT Masmindo. Jendlap Aliansi, Haikal, menyebut rapat tidak menghasilkan kesimpulan dan merasa pimpinan rapat bersikap tidak adil.
“Ketegangan dalam forum tidak terlepas dari sikap pimpinan rapat yang membatasi kami, sementara pihak perusahaan di berikan keleluasaan. Masih banyak pertanyaan kami yang tidak di jawab,” ujar Haikal, Kamis (12/12/2024).
Ia juga mengungkapkan bahwa anggota aliansi dan LBH merasa di perlakukan tidak adil, bahkan beberapa di antaranya di duga di usir dari forum. “Kami hanya meminta kejelasan terkait dasar hukum tindakan PT Masmindo merusak lahan Pak Kornes, tuntutan ganti rugi yang sesuai, sanksi kepada oknum yang terlibat, serta pengkajian ulang AMDAL perusahaan tersebut,” tegasnya.
Rapat dengar pendapat yang berlangsung alot ini menunjukkan kompleksitas sengketa antara PT Masmindo dan Kornes. Ketua Komisi D berharap agar semua pihak lebih kooperatif di masa mendatang demi penyelesaian yang damai.
“Saya sudah berusaha membantu dengan memfasilitasi rapat ini. Namun, jika suasana tidak kondusif, sulit mencapai kesepakatan. Saya berharap masalah ini bisa segera selesai dengan damai,” pungkas Kadir Halid.
Sementara itu, Aliansi Wija To Luwu menekankan pentingnya DPRD Sulsel mengawal isu ini hingga tuntas untuk memastikan keadilan bagi warga Tana Luwu.