Dalam putusan itu, MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian pasal 169 huruf q UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dengan begitu, MK memperbolehkan orang yang digunakan berusia dalam bawah 40 menjadi calon presiden (capres) kemudian calon duta presiden (cawapres) dengan syarat pernah atau sedang memiliki jabatan yang didapatkan melalui pemilu, termasuk pilkada.
Namun, Arief Hidayat bersama tiga hakim konstitusi lainnya yaitu Wahidudin Adams, Saldi Isra, juga Suhartoyo menyatakan pendapat berbeda.
Ketua Komunitas Advokat Lisan Hendarsam Marantoki menilai Arief Hidayat melanggar kode etik lantaran menyebut MK tak netral juga berpihak pada penguasa.
“Belum lagi pernyataan hal tersebut ditambahi dengan bumbu diksi kecewa dengan tempatnya bekerja juga Indonesia sedang tak baik-baik cuma sehingga perlu diselamatkan,” kata Hendarsam dalam pernyataannya, Senin (30/10/2023).
BACA JUGA:
- Kocak! Maling Kepergok Molor usai Beraksi pada Rumah Kosong, Agus Kaget Dibangunin Polisi: Numpang Tidur Doang Pak
- Dugaan Pemerasan Dan Pertemuan Firli Dengan SYL, Dewas Panggil Dua Pimpinan KPK
- TPNPB-OPM Serang Pos TNI pada Sorong Papua, Klaim Tewaskan 1 Prajurit
- Soal Pertemuan Firli Bahuri dengan SYL, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron: Saya Baru Tahu dari Media!
- Diduga jadi Safe House, Rumah Nomor 46 pada Kertanegara jadi Saksi Bisu Pertemuan SYL lalu Firli Bahuri
Komunitas yang mana pernah menyatakan dukungannya terhadap Prabowo Subianto lalu Gibran Rakabuming Raka itu menilai Arief sudah bermanuver.
“Manuver Arief Hidayat diduga berupaya memancing air keruh dan juga terlibat dalam urusan politik praktis dengan berusaha mencari simpati masyarakat yang digunakan seharusnya tak boleh dikerjakan oleh seseorang hakim,” tutur Hendarsam.
Pada kesempatan yang mana sama, dia menegaskan putusan MK persoalan batas usia minimal capres kemudian cawapres bersifat final dan juga mengikat sehingga harus diikuti oleh semua pihak, termasuk Arief Hidayat sendiri sebagai hakim konstitusi yang dimaksud berperan serta dalam mengadili perkara tersebut.
“Arief Hidayat sejenis sekali bukan menghormati perbedaan pendapat juga dinamika yang mana terjadi dalam pengambilan keputusan dalam sidang MK,” ujar Hendarsam.
Putusan MK
Diketahui, MK memperbolehkan orang yang berusia dalam bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.
“Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang pemilihan umum nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang digunakan menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 juga tiada mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak ada dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang miliki jabatan yang digunakan dipilih melalui pilpres termasuk pemilihan kepala daerah,” kata Ketua MK Anwar Usman, Senin (16/10/2023).
Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi menerima permohonan itu ialah sebab banyak anak muda yang dimaksud juga ditunjuk sebagai pemimpin.
Putusan yang mendapatkan banyak reaksi penduduk lantaran dianggap membuka jalan bagi keponakam Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.
Adapun mahasiswa dengan syarat Surakarta, Almas Tsaibbirru Re A selaku pemohon dalam perkara itu juga miliki pandangan tokoh ideal sebagai pemimpin bangsa Indonesia yakni mengidolakan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka periode 2020-2025.
Dia menilai pada masa pemerintahannya, Gibran mampu meningkatkan pertumbuhan sektor ekonomi di tempat Surakarta sebanyak 6,23 persen padahal pada saat awal menjabat sebagai Wali Kota Surakarta pertumbuhan perekonomian Surakarta justru sedang minus 1,74 persen.
Terlebih, pemohon menganggap Wali Kota Surakarta sudah mempunyai pengalaman membangun kemudian memajukan Kota Surakarta dengan kejujuran, integritas moral serta taat serta patuh mengabdi kepada kepentingan rakyat serta negara.